BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dewasa ini telah banyak merasakan kenikmatan hidup, baik berupa nikmat jasmani maupun nikmat rohani. Kenikmatan jasmani dapat dilihat dari terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia mulai dari kebutuhan sandang, pangan, maupun papan sampai dengan kebutuhan sarana pendidikan, sosial, budaya dan lain-lain. Sedangkan kenikmatan rohani dapat dilihat dengan terpenuhinya berbagai jenis keperluan sosial keagamaan, penyegaran jiwa misalnya adanya tempat-tempat wisata, pagelaran kesenian musik, lukis, maupun drama serta banyaknya berdiri tempat-tempat ibadah keagamaan dan lain-lain.
Pemenuhan berbagai macam kenikmatan ini merupakan hasil dari kemudahan-kemudahan yang diperoleh manusia berkat kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi atau iptek. Dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling rumit sekalipun telah dapat ditundukkan oleh manusia dan sekaligus dapat dimanfaatkan.
Sebagai contoh untuk keperluan sandang, manusia tidak perlu lagi memintal sendiri bahan-bahan yang akan dijadikan pakaian, baju dan celana, tetapi cukup membelinya di toko pakaian atau toko bahan sandang. Sedangkan untuk keperluan rohani misalnya bagi umat Islam dalam pelaksanaan beribadah haji, pada saat ini tidak perlu lagi berlama-lama mengarungi samudra atau mengendarai onta di tengah-tengah padang pasir, tetapi cukup dengan naik pesawat terbang dan atau mengendarai mobil berpendingin dalam waktu yang relatif singkat.
Kemudahan semacam ini, jika dituliskan semuanya tentu akan menambah deretan yang sangat panjang bahkan mungkin takterhitung jumlah dan jenisnya. Penguasaan iptek yang demikian hebat yang mampu melahirkan kenikmatan hidup sehingga sampai dapat dirasakan di masa awal milenium ke tiga ini, tidaklah datang dengan cara tiba-tiba, tetapi melalui tahapan demi tahapan yang sangat panjang, mulai dari iptek sederhana sampai dengan yang sangat canggih dan rumit. Tentunya tahap demi tahap yang dimaksud jelas akan menentukan proses terbentuknya iptek sampai saat ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka ditemukan rumusan masalah seperti :
1. Bagaimana cara perkembangan alam pikiran manusia?
2. Apa pengertian dari mitos dan bagaimana manusia memperoleh pemikiran?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan bagaimana cara perkembangan alam pikiran manusia.
2. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan mitos dan bagaimana manusia memperoleh pemikiran.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Perkembangan Alam Pikiran
Manusia sebagai makhluk yang berpikir dibekali rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu inilah yang mendorong untuk mengenal, memahami, dan menjelaskan gejala-gejala alam. Manusia sebagai makhluk mempunyai ciri-ciri :
a. Memiliki organ tubuh yang komplek dan sangat khusus terutama otaknya.
b. Mengadakan pertukaran zat, yakni adanya zat yang masuk dan keluar.
c. Memberikan tanggapan terhadap rangsangan dari dalam dan dari luar.
d. Memiliki potensi berkembang biak.
e. Tumbuh dan bergerak.
f. Berinteraksi dengan lingkungannya.
g. Meninggal atau mati.
Manusia sebagai makhluk berpikir dibekali hasrat ingin tahu tentang benda dan peristiwa yang terjadi disekitarnya, termasuk juga ingin tahu tentang dirinya sendiri. Rasa ingin tahu inilah manusia untuk memahami dan menjelaskan gejala-gejala alam, baik alam besar (makrokosmos) maupun alam kecil (mikrokosmos), serta berusaha memecahkan masalah yang dihadapi. Dorongan rasa ingin tahu dan usaha untuk memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi, menyebabkan manusia dapat mengumpulkan pengetahuan.
Pengetahuan yang diperoleh ini akhirnya tidak hanya terdapat pada objek yang diamati dengan panca indera saja, tetapi juga masalah-masalah lain, misalnya yang berhubungan dengan baik atau buruk, indah atau tidak indah. Kalau suatu masalah dapat dipecahkan, timbul masalah lain menunggu pemecahannya. Manusia bertanya terus setelah tahu apa-nya, mereka ingin tahu bagaimana dan mengapa. Manusia mampu menggunakan pengetahuannya yang terdahulu untuk dikombinasikan dengan pengetahuannya yang baru, menjadi pengetahuan yang lebih baru.
Rasa ingin tahu yang terdapat manusia ini menyebabkan pengetahuan mereka menjadi berkembang. Setiap hari mereka berhubungan dan mengamati benda-benda dan semua peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Pengamatan-pengamatan yang ditangkap melalui panca inderanya merupakan objek rasa ingin tahunya. Manusia tidak akan merasa puas jika belum memperoleh hal-hal yang diamatinya.
Mereka berusaha mencari jawabannya dan untuk itu mereka harus berfikir, rasa ingin tahunya terus berlanjut, bukan hanya apa-nya saja yang ingin diketahui jawabannya, tetapi jawaban dari bagaimana dan kemudian berlanjut mengapa tentang hal-hal yang bersangkutan dengan benda-benda dan semua peristiwa yang diamatinya.
Berlangsungnya perkembangan pengetahuan tersebut lebih dipermudah atau diperlancar dengan adanya kemampuan ini, maka dapat dilakukan tukar menukar informasi mengenai pengalaman dan pengetahuan yang mereka miliki masing-masing. Perkembangan pengetahuan pada manusia juga didukung oleh adanya sifat manusia yang ingin maju, sifat manusia yang selalu tidak puas dan sifat yang lebih baik. Mereka selalu berusaha mengerti atau memperoleh pengetahuan yang lebih banyak. Dengan demikian, Akumulasi pengetahuan akan berlangsung lebih cepat.
2. Mitos, Penalaran, dan Berbagai Cara Memperoleh Pengetahuan
Pada zaman dahulu, kemampuan manusia masih terbatas baik peralatan maupun pemikiran. Keterbatasan itu menyebakan pengamatan menjadi kurang seksama, dan cara pemikiran yang sederhana menyebabkan hasil pemecahan masalah memberikan kesimpulan yang kurang tepat. Dengan demikan, pengetahuan yang terkumpul belum memberikan kepuasan terhadap rasa ingin tahu manusia dan masih jauh dari kebenaran .
Perkembangan selanjutnya adalah memenuhi kebutuhan non fisik (pikirannya), jadi tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Rasa ingin tahu manusia ternyata tidak dapat terpuaskan atas dasar pengamatan maupun pengalamannya saja untuk memuaskan alam pikirannya.
Berbagai pengetahuan baru yang bermunculan dan merupakan gabungan dari pengalaman dan kepercayaan seseorang disebut mitos. Adapun cerita yang berdasarkan mitos ini disebut legenda .
Mitos ini timbul disebabkan karena keterbatasan alat indra manusia, seperti :
1. Alat penglihatan
Banyak benda yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampak oleh mata.
2. Alat pendengaran
Pendengaran manusia terbatas pada getaran yang mempunyai frekuensi dari 30 sampai 30.000 perdetik.
3. Alat pencium dan pengecap
Bau dan rasa tidak dapat memastikan benda yang dicecap maupun yang diciumnya. Manusia hanya bisa membedakan empat jenis rasa, yaitu manis, masam, asin , dan pahit.
4. Alat perasa
Alat perasa pada kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin, namun sangat relatif sehingga tidak bisa dipakai sebagai alat observasi yang tepat.
Pengulangan pengamatan dengan berbagai cara dapat mengurangi kesalahan pengamatan tersebut. Jadi, mitos itu dapat diterima oleh masyarakat pada masa itu karena :
a. Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan keterbatsan penginderaan baik langsung maupun dengan alat.
b. Keterbatasan penalaran manusia pada masa itu.
c. Hasrat ingin tahunya terpenuhi.
Menurut Auguste Comte (1798-1857 M), dalam sejarah perkembangan jiwa manusia baik sebagai individu maupun sebagai keseluruhan, berlangsung dalam 3 tahap :
1. Tahap teologi atau fiktif.
2. Tahap filsafat atau metafisik.
3. Tahap positif atau ilmiah ril.
Pada masa teologi atau fiktif, manusia menciptakan mitos untuk memahami gejala alam yang ada di sekitarnya. Mitos adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman dan pemikiran sederhana serta dikaitkan dengan kepercayaan akan adanya kekuatan gaib. Dalam alam mitos ini, penalaran belum terbentuk, dan yang bekerja adalah daya khayal, imajinasi dan intuisi.
Demikian juga manusia dengan objek masih menjadi satu antara subjek dengan objek belum ada jarak, sehingga pengetahuan yang diperoleh bersifat subjektif. Dahulu mitos sangat berpengaruh, bahkan sampai sekarang ini pun belum sepenuhnya hilang. Mencari jawaban atas sesuatu masalah dengan menghubungkannya dengan makhluk ghaib disebut berfikir secara Irasional. Tentu saja melalui ini, pengetahuan yang diperoleh belum dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Manusia secara terus menerus selalu mengembangkan pengetahuan. Mereka mengembangkan pengetahuan tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan yang menyangkut kelangsungan hidupnya saja. Mereka juga berusaha untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah.
Berfikir adalah suatu kegiatan untuk memperoleh/menemukan pengetahuan yang benar. Proses berfikir dalam menarik kesimpulan berupa pengetahuan yang benar disebut penalaran. Pengetahuan yang dihasilkan penalaran ini merupakan hasil kegiatan berfikir, bukanlah hasil perasaan. Tidak semua kegiatan berfikir merupakan penalaran. Penalaran merupakan kegiatan berfikir yang mempunyai ciri-ciri tertentu yakni logis dan analistis.
Berdasarkan kriteria ini, maka tidak semua kegiatan berfikif merupakan berfikir logis dan analistis. Cara berfikir yang tidak logis dan analistis bukan merupakan penalaran. Terdapat berbagai cara untuk memperoleh kesimpulan atau pengetahuan yang tidak berdasarkan penalaran, di antaranya ialah :
a. Pengambilan kesimpulan berdasarkan perasaan.
Merasa, merupakan suatu cara menarik kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran.
b. Intuisi.
Merupakan kegiatan berfikir yang tidak analistis, tidak berdasarkan pada pola berfikir tertentu.
Merupakan kegiatan berfikir yang tidak analistis, tidak berdasarkan pada pola berfikir tertentu.
c. Wahyu.
Adalah pengetahuan yang disampaikan oleh tuhan kepada utusanNya.
Adalah pengetahuan yang disampaikan oleh tuhan kepada utusanNya.
d. Trial and error.
Suatu cara untuk memperoleh pengetahuan secara coba-coba atau untung-untungan. Oleh karena itu, Pola pikir berdasarkan mitos mengajak manusia untuk berkembang melalui tahap-tahap peradabannya dari menemukan sesuatu yang asing menuju ke sesuatu yang dikenal. Ini adalah suatu hal yang dapat kita katakan sebagai pola kemanusiawian biasa. Implikasinya, berpikir berdasarkan mitos adalah suatu bakat manusiawi, tidak bisa kita hindari. Demikianlah yang dialami oleh seluruh bangsa-bangsa di dunia termasuk bangsa Indonesia, walaupun dapat dipergunjingkan lagi ketika perilaku semacam ini masih bertahan sampai sekarang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mitologi mungkin akan terus eksis di dalam peradaban ini ketika manusia belum menemukan suatu jawaban atas sebuah misteri. Mitologi bisa tertanam ke dalam kepribadian yang paling prinsip sekalipun, bahkan dijadikan sebuah ideologi. Friksi antara mitologi dan logika akan muncul ketika telah tuntasnya logika suatu misteri, namun pola pikir masih berdiri pada alas paradigma mitologi.
Pemahaman kita menjadi lebih lengkap mengenai kesalingterkaitan antara ide-ide itu. Mitos menggunakan imajinasi untuk mengungkap keyakinan. Sastra memakai gelora jiwa untuk mengungkap keindahan. Mitos ini timbul disebabkan antara lain keterbatasan alat indra manusia, seperti :
1. Alat penglihatan.
2. Alat pendengaran.
3. Alat pencium dan pengecap.
4. Alat perasa.
Cara untuk memperoleh kesimpulan atau pengetahuan yang tidak berdasarkan penalaran, di antaranya ialah : Pengambilan kesimpulan berdasarkan perasaan, Intuisi, Wahyu, Trial and error.
Dalam sejarah perkembangan jiwa manusia baik sebagai individu maupun sebagai keseluruhan, berlangsung dalam 3 tahap :
1. Tahap teologi atau fiktif
2. Tahap positif atau ilmiah ril
3. Tahap filsafat atau metafisik.
B. Saran
Demikian dengan isi makalah yang kami sajikan, bila ada kesalahan dalam penulisan mohon dimaklumi. Dengan segala kerendahan hati kami, kami sebagai pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari teman-teman sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
ü Djaliel, Maman Abdul. 2008. Ilmu Alamiah Dasar. Bandung: CV Pustaka Setia.
0 komentar:
Catat Ulasan