Ahad, 17 April 2011

konsep dasar KBK

A.  PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
      Dalam rangka mempersiapkan lulusan pendidikan memasuki era globalisasi yang penuh tantangan dan ketidakpastian, diperlukan pendidikan yang dirancang berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan. Untuk kepentingan tersebut pemerintah memprogramkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) atau (Competency Based Curriculum) sebagai acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Hal ini terutama terkait dengan “Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan” yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2002.
2.      Rumusan Masalah
Ø  Apa yang dimaksud dengan kompetensi?
Ø  Apa yang dimaksud dengan KBK?
Ø  Apa saja yang karakter KBK?
Ø  Apa yang dimaksud dengan asumsi KBK?
3.      Tujuan
Ø  Mendefenisikan dan menjelaskan apa yang dimaksud dengan kompetensi.
Ø  Mendefenisikan den menjelaskan apa yang dimaksud dengan KBK.
Ø  Menjelaskan apa saja karakter KBK.
Ø  Menjelaskan tentang asumsi KBK.







B.  PEMBAHASAN
1.      Pengertian Kompetensi
      Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direflesikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. MC Ashan (1981: 45) mengemukakan bahwa kompetensi: “is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
      Gordon (1988: 109) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut:
a.      Pengetahuan (knowledge); yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.
b.      Pemahaman (understanding); yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik, agar dapat melaksanakan pembelajaran secara afektif dan efisien.
c.       Kemampuan (skill); adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan guru dalam memilih, dan membuat alat peraga sederhana untuk member kemudahan belajar kepada peserta didik.
d.      Nilai (value); adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain).
e.      Sikap (attitude); yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka,) atau reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan upah/gaji, dan sebagainya.
f.        Minat (interst); adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.
2.      Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi
      Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan/melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
      Dalam hubungannya dengan pembelajaran, kompetensi menunjuk kepada perbuatan yang bersifat rasional dan memenuhi sfesifikasi tertentu dalam proses belajar. Dikatakan perbuatan karena berbentuk perilaku yang daoat diamati, meskipun sering pula terlihat proses yang tidak Nampak seperti pengambilan pilihan sebelum perbuatan dilakukan.
      Paling tidak terdapat tiga landasan teoritis yang mendasari kurikulum berbasisi kompetensi. Pertama, adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah individual. Dalam pembelajaran individual setiap peserta didik dapat belajar sendiri, sesuai dengan cara dan kemampuan masing-masing, serta tidak bergantung kepada orang lain. Kedua, pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) atau belajar sebagai penguasaan (learning/or mastery) adalah suatu falsafah pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan system pembelajaran yang tepat, semua peserta didik dapat mempelajari semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik. Ketiga, pendefinisan kembali terhadap bakat. Dalam kaitan ini Hall (1986) menyatakan bahwa setiap peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secra optima, jika diberikan waktu yang cukup.
      Hal tersebut memberikan beberapa implikasi terhadap pembelajaran. Pertama, pembelajaran perlu lebih menekankan pada kegiatan individual meskipun dilaksanakan secara klasikal, dan perlu memperhatikan perbedaan peserta didik. Dalam hal ini misalnya tugas diberikan secara individu, bukan secara kelompok. Kedua, perlu diupayakan lingkungan belajar yang kondusif, dengan metode dan media yang bervariasi, sehingga memungkinkan setiap peserta didik belajar dengan tenang dan menyenangkan. Ketiga, dalam pembelajaran perlu diberikan waktu yang cukup, terutama dalam penyelesaian tugas atau praktek, agar setiap peserta didik dapat mengerjakan tugas belajarnya dengan baik.
      Ashan (1981) mengemukakan tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu penetapan kompetensi yang akan dicapai, pengembanagan strategi untuk mencapai kompetensi, dan evaluasi. Kompetensi yang ingin dicapai merupakan pernyataan tujuan (gloal statement) yang hendak diperoleh peserta didik, menggambarkan hasil belajar (learning outcomes) pada aspek pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Strategi mencapai kompetensi adalah upaya untuk membantu peserta didik dalam menguasai kompetensi yang ditetapkan, misalanya membaca, menulis, mendengarkan, berkreasi, dan mengobservasi sampai terbentuk suatu kompetensi. Sedangkan evaluasi merupakan kegiatan penilaian terhadap pencapaian kompetensi bagi setiap peserta didik.
3.      Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi
      Karakteristik KBK antara lain mencakup seleksi kompetensi yang sesuai; spesifikasi indicator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapaian kompetensi; dan pengembangan sistem pembelajaran. Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.       Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
b.      Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
c.       Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
d.      Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsure edukatif.
e.       Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapian suatu kompetensi.
      Lebih lanjut, dari berbagai sumber sedikitnya dapat diidentifikasi enam karakteristik kurikulum berbasis kompetensi, yaitu:
a.       Sistem belajar dengan modul
      KBK menggunakan modul sebagai system pembelajaran. Dalam hal ini modul merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk membantu peserta didik mencapai tujuan belajar. Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh pesertda didik, disertai dengan pedoman penggunaanya untuk para guru.
      Tujuan utama system modul adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran di sekolah, baik waktu, dana, fasilitas maupun tenaga guna mencapai tujuan secara optimal. Pembelajaran dengan system modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
1)      Setiap modul harus memberikan informasi dan memberikan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang peserta didik, bagaimana melakukannya dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
2)      Modul merupakan pembelajaran individual, sehingga menguapayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik.
3)      Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif,
4)      Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat mengetahui kapan dia memulai dan kapan mengakhiri suatu modul, dan tidak menimbulkan pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
5)      Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didi dalam mencapai ketuntasan belajar.
      Beberapa keunggulan pembelajaran dengan system modul dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)      Berfokus pada kemampuan individual peserta didik, karena pada hakekatnya mereka memiliki kemampuan untuk bekerja sendiri dan lebih bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya.
2)      Adanya control terhadap hasil belajar melalui penggunaan standar kompetensi dalam setiap modul yang harus dicapai oleh peserta didik.
3)      Relevansi kurikulum ditunjukkan dengan adanya tujuan dan cara penyampaiannya , sehingga peserta didik dapat mengetahui
keterkaitan antara pembelajaran dan hasil yang akan diperolehnya.
Di samping keunggulan, modul memiliki keterbatasan sebagai berikut:
1)      Penyusunan modul yang baik membutuhkan keahlian tertentu. Sukses atau gagalnya suatu modul bergantung pada penyusunannya.
2)      Sulit menentukan proses penjadwalan dan kelulusan, serta membutuhkan manajemen pendidikan yang sangat berbeda dari pembelajaran konvensiona, karena setiap peserta didik menyelesaikan modul dalam waktu yang berbeda-beda., bergantung pada kecepatan dan kemampuan masing-masing.
3)      Dukungan pembelajaran berupa sumber belajar, pada umumnya cukup mahal, karena setiap peserta didik harus mencarinya sendiri. Berbeda dengan pembelajaran konvensional, sumber belajar seperti alat peraga dapat digunakan bersama-sama dalam pembelajaran.
b.      Menggunakan Kesuluruhan Sumber Belajar
      Suatu factor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran antara lain belum dimanfaatkannya sumber belajar secara maksimal, baik oleh guru maupun oleh peserta didik. Hal tersebut lebih dipersulit lagi oleh suatu kondisi yang turun temurun, dimana guru mendominasi kegiatan pembelajaran.
1)      Sumber belajar
      Secara sederhana sumber belajar dapat dirumuskan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar mengajar.
      Dari berbagai sumber belajar yang ada dan mungkin dikembangkan dalam pembelajaran pada garis besarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a)      Manusia, yaitu orang yang menyampaikan pesan secra langsung; seperti guru, konselor, administrator
b)      Bahan, yaitu sesuatu yang mengandung pesan pembelajaran; baik yang diniati secara khusus seperti film pendidikan, peta, grafik, buku paket dan sebagainya.
c)      Lingkungan, yaitu ruang dan tempat dimana sumber-sumber dapat berinteraksi dengan para peserta didik.
d)     Alat dan peralatan, yaitu sumber belajar untuk produksi dan/atau memainkan sumber-sumber lain. Alat dan peralatan untuk produksi misalnya kamera untuk reproduksi foto, dan tape recorder untuk rekaman. Sedang alat dan peralatan yang digunakan untuk memainkan sumber lain, misalnya proyektor film, pesawat tv dan pesawat radio.
e)      Aktivitas, yaitu sumber belajar yang biasanya merupakan kombinasi antara suatu teknik dengan sumber lain untuk memudahkan belajar, misalnya pemngajaran berprograma meruoakan kombinasi antara teknik penyajian bahan dengan buku contoh lainnya seperti simulasi dan karyawisata.
2)      Hakikat Sumber Belajar
      Pada hakikatnya tidak ada satu sumber belajar pun yang dapat memenuhi segala macam keperluan belajar mengajar. Dalam keanekaragaman sifat dan kegunaan sumber belajar, secara umum dapat dirumuskan kegunaannya sebagai berikut:
a)      Merupakan pembuka jalan dan pengembangan wawasan terhadap proses belajar mengajar yang akan ditempuh.
b)      Merupakan pemandu secra teknis dan langkah-langkah operasional untuk menelusuri secara lebih teliti menuju pada penguasaan keilmuan secara tuntas.
c)      Memberikan berbagai macam ilustrasi dan contoh-contoh yang berkaitan dengan aspek-aspek bidang keilmuan yang dipelajari.
d)     Memberikan petunjuk dan gambaran kaitan bidang keilmuan yang sedang dipelajari dengan berbagai bidang keilmuan lainnya.
e)      Menginformasikan sejumlah penemuan baru yang pernah diperoleh oleh orang lain yang berhubungan dengan bidang keilmuan tertentu.
f)       Menunjukkan berbagai permasalahan yang timbul yang merupakan konsekuensi logis dalam suatu bidang keilmuan yang menuntut adanya kemampuan pemecahan dari orang yang mengabdikan diri dalam bidang tersebut.
3)      Cara Mendayagunakan Sumber Belajar
      Pada umumnya terdapat dua cara pemanfaatan sumber belajar dalam pembelajaran di sekolah.
a.       Membawa sumber belajar ke dalam kelas. Dari aneka ragam macam dan bentuknya sumber-sumber belajar dapat digunakan dalam proses pembelajarn di dalam kelas. Hal tersebut misalnya membawa tape recorder ke dalam kelas, dan memanggil manusia sumber.
b.      Membawa kelas ke lapangan dimana sumber belajar berada.
4)      Pusat Sumber Belajar
      Pemakaian sumber belajar yang berbeda dan alat peraga yang ada di sekolah memungkinkan adanya berbagai pola organisasi dan implementasi kurikulum. Pada beberapa lembaga, pusat sumber belajar (PSB) merupakan bagian penting bagi pelaksanaan program, dan untuk mencapai tujuan secara optimal. PSB pada dasarnya memiliki bahan0bahan tertulis, media dan sumber belajar untuk member kemudahan belajar kepada peserta didik dalam menyelesaikan tugas-tugas modul dan pengalaman yang berkaitan.
c.       Pengalaman Lapangan
      Kurikulum berbasis kompetensi lebih menekankan pada pengalaman lapangan untuk mengakrabkam hubungan antara guru dengan pesrta didik. Pengalaman lapangan dapat secara sistematis melibatkan masyarakat adalah pemakain produk pendidikan dan dalam banyak kasus, sekaligus sebagai penyandang dana untuk pembangunan dan pengoperasian program. Pengalaman lapangan dapat melibatkan tim guru dari berbagai disiplin dan antardisiplin, sehingga memungkinkan terkerahkannya kekuatan dan minat peserta didik terhadap pelaksanaan pembelajaran, dan terlindunginya guru terhadap pelaksanaan pembelajaran, dan terlindunginya guru terhadap rasa tidak senang peserta didik.
d.      Strategi Belajar Individual Personal
      KBK mengusahakan strategi belajar individual personal. Belajar individual adalah belajar berdasarkan tempo belajar peserta didik, sedangkan belajar personal adalah interaksi edukatif berdasarkan keunikan peserta didik: bakat, minat dan kemampuan (personalisasi).
e.       Kemudahan Belajar
      Kemudahan belajar dalam kurikulum berbasisi kompetensi diberikan melalui kombinasi antara pembelajaran individual personal dengan pengalaman lapangan, dan pembelajaran secara tim (team teaching). Hal tersebut dilakukan melalui berbagai saluran komunikasi yang dirancang untuk itu, seprti video, televise, radio, bulletin, jurnal dan surat kabar.
f.       Belajar Tuntas
      Belajar tuntas merupakan strategi pembelajaran yang dapat dilaksanakan di dalam kelas, dengan asumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik akan mampu belajar secara maksimal terhadap seluruh bahan yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang akan dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan.    
      Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa saja para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehingga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).
1)      Asumsi Belajar Tuntas
      Belajar tuntas dilandasi oleh dua asumsi. Pertama, mengatakan bahwa adanya korelasi antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan potensial (bakat). Hal ini dilandasi teori tentang bakat yang dikemukakan oleh Carrol (1953) yang menyatakan bahwa apabila para peserta didik didistribusikan secara normal dengan memperhatikan kemammpuannya secara potensial untuk beberapa bidang pengajaran, kemudian mereka diberi pengajaran yang sama dan hasil belajarnya diukur, ternyata akan menunjukkan distribusi normal. Carrol (1963)menganggap bahwa pada pasalya bakat bukanlah merupakan indeks kemampuan seseorang ,melainkan  sebagai ukuran kecepatan belajar (measures of  learning rate).artinya seseorang yang memiliki bakat tinggi memerlukan waktu relatif sedikit untuk mencapai taraf pengusaha bahan di bandingkan dengan peserta didik yang  memiliki bakat rendah .
      Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom (1968), meliputi dua bagian yang telah diimplementasikan berdasarkan kemampuan individual yaitu:
a)      Corrective Technique. Semacam pengajaran remedial yang dilakukan dengan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai oleh peserta didik.
b)      Memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (belum menguasai bahan secara tuntas).
4.      Asumsi Kurikulum Berbasis Kompetensi
      Dalam KBK, asumsi merupakan parameter untuk menentukan tujuan dan kompetensi yang akan dispesifikasikan. Sedikitnya terdapat tujuh asumsi yang mendasari KBK yaitu:
a.       Banyak guru yang memiliki sedikit guru professional.
b.      Banyak sekolah yang hanya mengkoleksi sejumlah mata pelajaran dan pengalaman
c.       Peserta didik bukanlah kertas putih bersih yang dapat ditulis sekehendak guru, melainkan individu yang memiliki sejumlah potensi yang perlu dikembangkan.
d.      Peserta didik memiliki kompetensi yang berbeda dan bervariasi.
e.       Pendidikan berfungsi mengkondisikan lingkungan untuk membantu peserta didik mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya.
f.       Kurikulum sebagai rencana pembelajaran.
g.      Kurikulum sebagai proses pembelajaran.

1 komentar:

Tanpa Nama berkata...

Berjasa abis......
Udah bantuin ngerjakan skripsi. Makaciiih bgt ya.....

Catat Ulasan

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons